Selat Hormuz merupakan jalur strategis yang dilalui sekitar 20 persen dari total transaksi minyak dunia pada tahun 2024.
Meskipun Amerika Serikat hanya mengimpor sekitar tujuh persen minyaknya melalui Selat Hormuz, potensi disrupsi terhadap pasokan global dapat menyebabkan pergeseran (shifting) permintaan minyak dari jalur tersebut ke produsen alternatif, termasuk dari Amerika Serikat sendiri yang juga terlibat dalam perang ini. Kondisi ini dapat mendorong kenaikan harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak ini akan berdampak secara langsung terhadap perdagangan Indonesia. Permintaan ekspor dapat terganggu karena biaya tinggi yang ditimbulkan dalam proses pengiriman logistik.
Gangguan pasokan minyak ke negara-negara ini berpotensi menghambat aktivitas ekonomi mereka, yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang ekspor dari Indonesia.
Hasran mendorong pelibatan aktif pemerintah dalam mendorong upaya perdamaian di kawasan ini. Konflik yang terus bereskalasi akan berdampak pada ekonomi dunia karena mengganggu jalur distribusi energi dunia.
Namun demikian, besarnya dampak yang akan dirasakan Indonesia sangat bergantung pada seberapa lama penutupan Selat Hormuz berlangsung.
Kedua, pemerintah juga perlu menghilangkan hambatan non-tarif dalam impor pangan dan barang strategis lainnya.