Menurutnya keberadaan Raja Ampat sebagai kawasan global geopark yang diakui UNESCO tidak seharusnya dipertaruhkan oleh kegiatan pertambangan skala besar. “Raja Ampat adalah rumah bagi 75 persen jenis terumbu karang dunia. Kehilangan wilayah ini akibat tambang bukan hanya kerugian bagi Papua Barat Daya, tapi kerugian global,” imbuhnya.
Namun realitanya, pembukaan tambang di kawasan tersebut tetap dilakukan. Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan serius soal konsistensi Indonesia terutama dalam hal penegakan hukum lingkungan.